Minggu, 22 Desember 2013

Kisah Romo Sanjoyo

Sandjaja (dibaca: Sanjoyo) dilahirkan di desa Sedan, Muntilan, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1914. Ayahnya bernama Willem Kromosendjojo, bekerja sebagai pembantu perawat di sebuah klinik Katolik yang dipimpin oleh misionaris Yesuit di Muntilan. Ibunya bernama Richarda Kasijah, dari keluarga katolik. Sandjaja mempunyai dua kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki. Salah satu dari kakak perempuannya menjadi suster Fransiskan.

Sejak masa kanak-kanak Sandjaja sangat terkenal disekolahnya karena kepandaiannya. Dia masuk di SD Katholik yang dipimpin oleh para Bruder. Karena kecerdasannya, maka ia dikenal lebih suka belajar daripada bermain dalam hari-hari senggangnya. Sandjaja seorang yang berkepribadian sederhana, rendah hati, jujur dan terbuka terhadap satu sama lain. Sandjaja sangat suka memperhatikan hidup doanya, rajin mengikuti misa harian di gereja, dan sering mengunjungi gua Maria di Desa Sendangsono, untuk berdoa dan berefleksi. Ketertarikannya untuk menjadi imam berkembang ketika ia masih di SD.

Sandjaja diterima di seminari setelah dia lulus dari SMA. Ia hidup dalam kesucian yang luar biasa selama di seminari. Sandjaja ditahbiskan sebagai imam diosesan pada tanggal 13 Januari 1943 di Muntilan. Setelah pentahbisannya, ia terpilih sebagai pastor paroki di Muntilan. Sandjaja mendapat banyak kesulitan karena situasi perang, namun demikian ia sangat kuat dan percaya akan penyelenggaraan Ilahi, dan dengan alasan itulah beliau dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik sebagai pastor paroki yang sangat bijaksana dan disukai oleh seluruh umat paroki Muntilan. Untuk beberapa kali bangunan Gereja dirusak oleh tentara perang yang tidak senang dengan karya missi. Walau begitu, ia tetap tabah dan disemangati oleh umat parokinya untuk memperbaiki dan membangun kembali gereja mereka. Bagi umat parokinya, Sandjaja selalu menunjukan kesederhanaannya, bijaksana dan memperhatikan sesama dalam seluruh hidupnya sebagai seorang pastor paroki. Meskipun banyak kesulitan, ia dapat menjaga hubungan baik dengan pemerintah resmi (penjajah Belanda).

Selama penjajahan Jepang tahun 1942 - 1945, banyak gereja yang dirusak dan kekayaan mereka dirampas. Dalam situasi seperti itu, Sandjaja harus melarikan diri dan bersembunyi di desa-desa untuk keselamatan sampai keadaan membaik. Selanjutnya, ia dapat kembali ke parokinya untuk membangun kembali gerejanya. Kemudian, ia mendapat tugas baru untuk mengajar di Seminari Tinggi di Yogyakarta, dan untuk membantu paroki tetangga di Magelang. Pada tahun 1948 terpilih sebagai guru dan Rektor di Seminari Menengah di Muntilan. Sandjaja selalu menunjukkan sikap kesediaannya untuk membantu Gereja dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, dan ia melakukannya dengan baik.
Kondisi revolusi kemerdekaan Indonesia membuat rakyat Indonesia selalu waspada dengan segala bentuk hubungan dengan pemerintah Belanda. Kedekatan Romo Sandjaja (yang sebetulnya seorang pribumi) dengan pemerintah Belanda menjadikan ketidaksukaan para pejuang kepadanya, sehingga beberapa perilaku kejam tentara kolonial Belanda dalam membungkam para pejuang serta keluarganya diduga oleh para pejuang ada hubungannya dengan Romo Sandjaja. Pada tanggal 20 Desember 1948, ia menyelamatkan hidup teman imamnya dan seminaris dalam Seminarinya dengan menyerahkan dirinya kepada kelompok pemberontak pemerintah Belanda yang tidak menyukai sikap Romo Sandjaja. Pemuda Kauman Muntilan merusak sebagian dari komplek persekolahan di Muntilan. Delapan pemuda itu menculik imam dan frater. Dia adalah Romo Sandjaja, Pr dan Frater Herman A. Bouwens, SJ.

Bersama seorang seminaris Yesuit dari Belanda itu mereka diinterogasi, lalu dibunuh di lapangan terbuka di daerah pinggiran Muntilan. Jenazahnya bergelimpangan di sawah antara desa Kembaran dan Patosan. Dengan cepat Bapak Willem dan anaknya, Yohanes Redja pergi ke tempat tersebut. Jenazah mereka disapu dengan handuk kemudian dikubur di situ juga. Makamnya tidak dalam. Pemakaman ini dilakukan sekedar untuk menghilangkan jejak saja. Jenazah keduanya lalu dimakamkan kembali secara besar-besaran pada tanggal 5 Agustus 1950 di Kerkhop Muntilan. Dengan khidmat peti-peti mayat diusung oleh pramuka dan anggota-anggota Angkatan Udara dan dimakamkan di tempat pendiri Gereja di antara orang Jawa, yaitu Romo van Lith yang sudah beristirahat sejak tahun 1926.

Romo Sandjaja menjadi salah satu martir pertama yang sangat terkenal di Pulau Jawa. Sandjaja telah menjadi symbol ketabahan, kesucian, kesederhanaan, dan kesetiaan bagi umat Katolik.

Selasa, 16 April 2013

Jalan Salip Gantang

Jalan Salip Gereja Gantang Fransiskus Xaverius
Jumat 29 Maret 2013

Dari kali mangu sampai ke lokasi gereja  1,5 km
para umat katolik setasi Fransiskus Xaverius berbondong-bondong merayakan upacara sakral Jumat agung yang jatuh pada hari jumat 29 Maret 2013.
dengan mengunakan alat yang seadanya para umat
beriring-iringan mengikuti yesus yang di peragakan oleh para tokoh karekter yang sudah di pelajari  masing-masing .
begitu meriah dan tangis haru...ketika peragaan itu berlangsung
hinga seperti jaman dahulu waktu sengsara yesus di adili dan di jatuhi hukuman mati

dengan mengunakan salip kecil yang terbuat dari bambu para umat pun mengikuti arak- arakan berlangsung meski cuaca sangat panas tapi para umat tak mengeluhkan hal itu..

Gereja gantang memang sering mengadakan jalan salip di luar gereja di karenakan posisi yang sangat strategis karena gereja terletak pada puncak ahir arak-arakan itu seperti golgota sebutan waktu jaman pilatus dulu.
 










                                          Terlihat para prajurit serdadu memandangi yesus yang sudah selsai di salip kan



Sabtu, 09 Maret 2013

SENDANG SONO




 SENDANG SONO




Merupakan salah satu tempat sakral /ziarah di pulau jawa tepat nya di daerah kulon progo meski daerah nya sangat berbuki dan harus melalu jalur curam tajam dan mengerikan para mudika setasi gantang tak pernah mengeluh kan hal itu.suatu rutinitas yang di adakan antara bulan Mei /atau Oktober ini menjadi salah satu ziarah ,hiburan ,dan ber rekreasi karena tidak memerlukan waktu tempuh yang lama mungkin sekitar 1,5 jam sampai tujuan.Sendang sono tidak asing lagi terdengar di daerah kami mungkin dari 90% masarakat sudah pernah menjejaki tempat tersebut.
setiap menyambut kedatangan bulan maria mudika mengadakan suatu kunjungan ke sendang sono konon katanya sendang sono di ambil karena Romo Van Lith membaptis 171 orang desa dari daerah kalibawang di sekitar sendang sono, Kulon Progo. peristiwa ini di pandang sebagai lahirnya Gereja di antara Jawa dimana 171 orang menjadi peribumi pertama yang memeluk agama katolik. Lokasi pembaptisan ini yang sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono. terdapat sebuah sendang/kali di tempat itu juga terdapa pohon sono dan beringin yang menyatu persis di depan gua Maria..




panorama sangat indah terlihat dari atas bukit dan anak tangga-tanga /balkon lokasi setempat semakin mewarnai akan asri dan kesejukan sekitar.


Tempat ibadah yang rindang oleh suasana Alam terbuka sangat mengesankan

.

Selamat Datang Dan Berkah Dalem Gereja Fransiskus Xaverius Gantang Sawangan Magelang http//:gerejagantangsawanganmagelang blokspot.com